Menulis
Itu Mudah
Pertemuan
ke : 9
Tema
: Menulis Itu Mudah
Narasumber
: Prof. Dr. Ngainun Naim
Moderator
: Lely Suryani, S. Pd. Sd
“Jika
ada orang beralasan sibuk lalu tidak menulis, saya hampir yakin ketika banyak
waktu luang pun ia juga tetap tidak menulis (Prof. Dr. Ngainun Naim)”
Malam ini kita dibersamai oleh Narasumber yang juga
seorang Kyai Beliau adalah Prof. Ngainun Naim yang juga seorang dosen di
Perguruan Tinggi Negeri. Menulis itu mudah merupakan tema yang akan beliau
bagikan dengan berbagai tips dan triknya di malam ini. Tak sabar menahan
curahan ilmu dari Narasumber.. yang ibaratnya sumur yang tidak akan habis
airnya. Maka saatnya kita siapkan wadah yang
besar untuk menampungnya Bu @LELY SURYANI yang menjadi .moderator malam
ini. Malam ini saya mendapatkan amanah itu menyampaikan materi WRITING IS EASY?
“Salam
sejahtera dan semoga hari ini dan nanti keselamatan menyelimuti kita
selalu’,Kutipan di atas merupakan bagian dari jawaban narasumber pada pertemuan
ke-9 mengenai bagaimana mengatur waktu dalam menulis. Sebelum membahas lebih
jauh kutipan itu, saya sendiri terpaku dan terpana dengan kata “beralasan”.
Kata “alasan’ seperti menjelma menjadi sebuah kosakata yang hampir berkonotasi
negatif, kata tersebut dalam benak saya seperti sedang bekerja untuk
menegasikan kejujuran. Dan bahwa, dengan kata itu, ada sesuatu yang harus
dilindungi dan diberikan bumbu agar menjadi terlindungi dan sedap dipandang.
“Alasan” tidak lagi hanya sebuah kata, tetapi juga menjadi sebuah cara untuk
memuluskan sesuatu yang kita senangi atau tidak senangi. Saya hanya sedang
mencoba menelusuri rangkaian hidup sendiri ketika harus menggunakan kata
“alasan”, atau mungkin teman-teman pembaca juga pernah mengalami atau mengamati
orang-orang di sekitar kita mengenai penggunakan kata “alasan”.Saya punya
sebuah pertanyaan. Siapakah yang sering menggunakan kata “alasan” dalam artinya
yang luas? Atau dalam arti yang sepadan, siapakah yang sering “beralasan” dalam
kesehariannya? Inilah yang menyebabkan saya hampir memasukkan kata “alasan”
menjadi konotasi negatif. Nah, saya rasa tidak terlalu berlebihan jika saya
seperti terhipnotis untuk mengatakan bahwa kata tersebut menjadi cenderung
negatif. Apalagi, menurut saya, hal tersebut akan berbanding terbalik jika kita
benturkan dengan hal sebaliknya. Kata “alasan” seperti menjauh dan enggan untuk
merapat.
Coba
kita perhatikan. Siswa yang rajin, ya rajin aja. Murid yang mengerjakan tugas,
ya mengerjakan tugas aja. Pengusaha sukses bekerja, ya bekerja aja. Guru
teladan mengajar, ya mengajar aja. Seseorang mencintai lawan jenisnya, ya
mencintai aja. Dan seperti juga diajarkan oleh beberapa narasumber dalam KBMN
28 ini, menulis, ya menulis aja. Ini adalah poin penting, ini adalah benang merah
dari beberapa aktifitas tadi. Alasan itu berbeda dengan niat, prinsip atau
tujuan. Pada fenomena yang sama dalam ketulusan, tentu kita sering mendengar
seseorang yang mencintai lawan jenisnya namun bingung jika diminta menjelaskan
alasannya.
Cara
pandang tadi seiring dengan kutipan narasumber di atas. Jika diperkenankan
menjelaskan lebih detail mengenai kutipan tersebut, semoga senada dengan
pemikiran narasumber, bahwa ketika seseorang masih beralasan untuk tidak
menulis, berarti memang belum mau menulis. Masalah orang tidak menulis itu
bukan pada kesibukannya, orang di sekitarnya, fasilitasnya atau tempat
tinggalnya. Masalahnya terletak pada kemauan, girah, semangat, tekad, dan
lagi-lagi, kecintaannya pada menulis itu sendiri. Atau jika meminjam istilahnya
Ibu Suhartini, masalahnya ada pada diri kita (sambil menepuk dada} hehe..
Jadi,
tidak perlu alasan untuk tidak menulis, sebagaimana juga tidak perlu alasan
untuk menulis. jika kita belum (bisa) menulis, bangkitkan kemauan dari dalam
diri kita. Dan jika (mau) menulis, ya menulis aja.
Kembali
ke kutipan narasumber tadi. Kutipan tersebut terangkai dalam deretan jawaban
dari begitu banyak pertanyaan peserta tadi malam. Pertemuan ke-9 itu, temanya
memang menarik, “Menulis Itu Mudah”, mirip sekali dengan judul sebuah buku
terjemahan, yaitu “Menulis Itu Indah”. Saya pernah membacanya namun lupa
bukunya sekarang entah dimana. Tema tersebut dibawakan oleh Prof. Dr. Ngainun
Naim, dengan Ibu Lely Suryani sebagai moderatornya.
Tidak
banyak materi yang diberikan Pak Prof, hanya memberikan empat tips dalam
menulis. Selebihnya beliau lebih banyak menjelaskan dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari para peserta, bahkan disela-sela jawaban tersebut
beliau memberikan link tulisan beliau yang terkait agar penjelasannya menjadi
lebih panjang dan mengena.
Saya
akan membagi materi tadi malam dalam tiga jawaban besar, yang didasarkan pada
tiga pertanyaan besar. Tiga jawaban besar ini sangat mudah dicerna, mudah
karena diramu oleh seorang guru besar. Kata teman saya, perbedaan orang yang
ahli dan tidak ahli itu seperti seorang tukang rumput penggembala sapi dan
seorang tukang kayu yang kreatif. Tukang rumput tadi hanya memotong rumput
untuk sapinya, tidak bisa untuk yang lain. Sedangkan si tukang kayu beda, dia
menjadikan kayunya kusen untuk orang yang sedang membangun rumah, dia berikan
untuk nenek-nenek yang masih menggunakan tungku manual, berubah menjadi
mainan-mainan di taman kanak-kanak, dan bahkan dia bawa satu truk kayu untuk
dijual dan kemudian hasilnya untuk beli tiket pesawat.
Saya tidak akan menjelaskan bahwa menulis
itu mudah atau sulit. Saya hanya ingin mengajak Bapak Ibu sekalian bisa
menulis. Caranya satu: dengan menulis.Sekali.. alias menarik banget.. Sering
kali sebelum menulis kita selalu bertanya apa yang mau ditulis? Saya punya satu
tulisan sederhana. Tulisan beberapa tahun lalu. https://ngainun-naim.blogspot.com/2016/06/suatu-sore-di-bulan-ramadhan.html.
Tulisan ini hanya beberapa paragraf. Berkisah tentang suasana ramadhan di
ALun-Alun Trenggalek tempat saya tinggal.
Ini contoh lagi tentang kisah pertemuan saya
dengan seorang sahabat yang sebelumnya hanya saya kenal di WA. Kalau ini
tulisannya lumayan panjang.1 Ini agak panjang ya Prof..? Betul. Intinya saya
ingin menyampaikan salah satu kunci menulis yang mudah gaimana caranya untuk
bisa menulis? Caranya hanya satu, yaitu menulis. Tidak perlu berpikir panjang.
Jika mau menulis, menulis aja. Tidak ada cara yang lain. Apalagi alasan yang
lain Tiga jawaban besar yang didasarkan pada tiga pertanyaan besar tersebut
adalah:
Satu.
Bagaimana caranya untuk bisa menulis? Caranya hanya satu, yaitu menulis. Tidak
perlu berpikir panjang. Jika mau menulis, menulis aja. Tidak ada cara yang
lain. Apalagi alasan yang lain
Dua. Apa
saja kuncinya agar menulis itu menjadi mudah? Tipsnya ada empat:
1. Menulislah hal-hal sederhana yang
kita alami. Pengalaman hidup sehari-hari itu sumber tulisan yang subur.
Aktifitas kita dan orang lain, pemandangan, berkomunikasi, mendengarkan dan/
atau merenungi apa saja yang kita temukan, semuanya bisa menjadi sumber tulisan
yang sangat kaya dan kreatif.
2. Jangan menulis sambil dibaca lalu
diedit. Menulis sambil mengolah kata, membongkar ide, memikirkan aturan
menulis, merapikan alur tulisan dan membetulkan kesalahan-kesalahan tekhnis
akan menjadikan aktifitas menulis itu begitu complicated. Hal itu justru bisa
menjadi hambatan psikologis dalam menuangkan pikiran. Kalau mau menulis, ya
menulis aja. Keluarkan saja apa yang ada dalam pikiran secara bebas. Jika sudah
selesai menulis, tinggalkan dulu. Biarkan semua mengendap. Beri waktu beberapa
lama, baru kemudian dibaca, dicermati kalimatnya dan dibetulkan jika ada salah
penulisan atau sejenisnya
3. Menulis tentang perjalanan.
Melakukan perjalanan itu selalu menghadirkan sebuah suasana. Teman duduk, teman
seperjalanan, orang-orang hilir mudik, aktifitas begitu banyak orang,
pemandangan selama perjalanan, nuansa setelah sampai tujuan, cerita orang
sekitar, tulisan di sepanjang begitu banyak tempat dan banyak lagi lainnya.
Semuanya adalah sumber tulisan, mereka itu berbicara, mereka itu bercerita,
mereka itu menanti untuk dituangkan menjadi kata dan kalimat yang menarik. Yuk
backpacker-an. Model ini, menurut Pak Prof, terbilang mudah dibuat. Mungkin
salah satunya karena sumber tulisannya begitu dekat dengan kita sendiri
4. Menulis secara “ngemil”. Sedikit
demi sedikit. Narasumber sendiri memberikan contoh pada diri beliau sendiri
yang dalam sehari bisa menulis beberapa tema. Ketika di rumah menulis jurnal,
di kantor menulis di blog, di waktu senggang me-review hasil penelitian dan
sebagainya. Tidak semua harus jadi dalam sekali duduk. Satu dua alinea, nanti
disambung lagi. Memang untuk mengantisipasi keliaran dalam menulis, diperlukan
sedikit garis besar dan poin-poin yang akan ditulis
Tiga.
Bagaimana cara memulai menulis dan menerapkan empat tips di atas? Lakukan! Tidak
ada yang lain! Sederhana bukan? Itulah bedanya kita dan seorang guru besar.
Semoga langit mendengarkan dan mengabulkan, untuk kita juga menjadi seorang
guru besar. Tidak ada yang perlu ditakutkan untuk bisa dan mahir menulis.
Semua tulisan saya usahakan untuk saya edit sebaik
mungkin. Blog pertama: blogspot. Ini blog gratis. Jadi tata letak dan
sebagainya sederhana. Blog kedua: spirit literasi itu berbayar. Jadi lebih
bagus dari sisi isi dan tata letak. Kalau Kompasiana, saya tidak tahu. Tahunya
saya unggah tulisan, sudah. Jika menyimak paparan prof. Sepertinya menulis itu
memang mudah. Namun sering kali, kita terjebak dengan ego kita.. masa tulisan
yang diangkat cuma kayak gitu..bagaimana
menyikapi hal ini prof?
Lawan terbesar penulis adalah diri sendiri. Itu butuh
perjuangan. Saya juga mengalaminya. Seiring perjalanan waktu, saya mengabaikan
itu. Pokoknya saya menulis saja. Kualitas itu akan meningkat seiring dengan
banyaknya karya yang kita hasilkan. Tentu juga harus belajar tanpa henti. Saya
sampai sekarang masih terus belajar, mencari informasi, menonton YouTube,
membaca, dan terus menulis. Jadi teruslah menulis. Bagaimana kualitas bisa
meningkat jika berhenti menulis? Jika nulisnya nyicil, saya sering kehilangan
orientasi, jadi mesti ngumpulin lagi bayangan tentang apa yang tadi mau
ditulis. Adakah cara untuk mengatasinya? Jadi biasakan membuat TEMPLATE atau
semacam ancangan (kerangka) sederhana saat membiasakan menulis secara nyicil.
Misalnya: Saya mau menulis tentang: Empat hal yang mudah yaitu: Paragraf satu: buat panduan: Menulis
Itu mudah apa sulit? Paragraf 2: Menulis yang dialami Paragraf 3: Menulis
Perjalanan berusaha menikmati semua yang saya kerjakan. Kesibukan itu bukan
hambatan menulis. Kuncinya komitmen yang dijalankan dengan riang gembira. Jika
ada orang beralasan sibuk lalu tidak menulis, saya hampir yakin ketika banyak
waktu luang pun juga tetap tidak menulis. Konsentrasi itu soal latihan.
Sebaiknya memang ketika menulis, HP dimatikan. Itu gangguan terbesar. Jadi
fokuslah dan teruslah berlatih.Saya pemula dalam menulis, tapi koq nafsu banget
nulis yang berat berat, dan betul hasilnya gak pernah selesai tuh
tulisan.Bagaimana cara menundukkan nafsu tersebut. Nafsu itu bukan untuk
dibunuh tetapi dikelola. Sekarang turunkan target. Jangan yang berat dulu.
Imbangi yang sederhana dan ringan tetapi selesai. Itu namanya tulisan berbasis
otak kanan. Nah, yang berat itu basisnya otak kiri. Mulainya sebaiknya dari
otak kanan. Nanti yang otak kiri akan ikut dengan sendirinya. Selamat mencoba.
Semangat sekali untuk menulis,
dari ketika anak saya baru satu, dan
ketika itu status saya masih guru honorer, ide saya selalu muncul tentang
artikel parenting dan dongeng anak. Saya juga sudah menulis dua buku tunggal
dan 18 buku antologi dengan tim komunitas penulis kab Bekasi. Saya juga pernah
menjadi editor. Namun sekarang ini setelah saya diangkat menjadi ASN PPPK, saya
sibuk dengan pekerjaan, tidak ada motivasi di lingkungan kerja tentang
kepenulisan, dan juga saat ini saya dikaruniai 5 orang anak yg semuanya masih
di bawah umur. Ide saya selalu muncul, tapi saya kehabisan waktu dan tenaga
untuk menulis. Bagaimana cara untuk mempertahankan ide?Supaya tidak lupa.
Segera
eksekusi. Manfaat jeda waktu. Jaga semangat. Yakinlah bahwa menulis itu
memberikan barakah hidup. Sebaiknya kita menulis dulu baru menentukan judul,
atau menentukan judul baru menulis? Dalam menulis Tidak ada patokan. Kondisional. Karena,
banyak tulisan yg sy baca, kosong seperti tulisan saya prof. Prof
menanggapinya? Silahkan baca artikel saya ya Mbak Agustin. https://www.spirit-literasi.id/2022/11/strategi-menulis-tentang-perjalanan.html.
upaya tulisan yang kita tulis dimuat di jurnal.
Kalau
kita menulis kegiatan orang lain, atau pengalaman hidup orang lain , apakah
dalam etika menulis itu
dibolehkan.?Apakah ketika kita menuliskannya
disebutkan nama , tempat dll nya
....seperti sebuah berita? Ataukah bisa
kita ubah menjadi cerita fiksi. Banyak sekali yang ingin saya tulis, dan
kalimat demi kalimat sudah berlalu lalang di kepala....tapi untuk menuangkan
menjadi tulisan sulit rasanya. Lalu dipaksa untuk menulis namun kalimatnya jadi
tidak runtut Kalau kita menulis kegiatan
orang lain, atau pengalaman hidup orang lain , apakah dalam etika menulis itu dibolehkan.?Apakah ketika kita
menuliskannya disebutkan nama , tempat dll nya ....seperti sebuah
berita? Ataukah bisa kita ubah menjadi
cerita fiksi ?( Namanya disamarkan )1) Menulis itu ada tahapan setelah
menuangkan ide dalam kalimat, yaitu EDITING. Di sini tugas kita merapikan yang
tidak runtut. Menyambungkan yang tidak nyambung. Jadi kalau saat menulis masih
kacau tidak apa-apa. Nanti kita perbaiki saat editing.
https://www.spirit-literasi.id/2022/09/penyebab-penolakan-artikel-jurnal.html.
https://www.spirit-literasi.id/2022/09/dari-lima-belas-menit-hingga-lima-belas.html.
Baca artikel-artikel tersebut ya.
Assalamualaikum....Wahyuning dari Jakarta... ngemil
menulis sering saya lakukan baik di blog, kompasiana, maupun di komputer saja.
Tapi, ketika dipilah2 untuk menjadikannya sebuah buku, saya malah bingung untuk
membuat judul yang tepat. Bagaimana menentukan judul buku yang tepat dari
cemilan tulisan tersebut? ngemil menulis
sering saya lakukan baik di blog, kompasiana, maupun di komputer saja. Tapi,
ketika dipilah2 untuk menjadikannya sebuah buku, saya malah bingung untuk
membuat judul yang tepat. Bagaimana menentukan judul buku yang tepat dari
cemilan tulisan tersebut? Terima kasih.Bisa memakai judul umum. Misalnya
KOMPILASI CATATAN HARIAN. Jadi temanya kan sangat umum. Pilihan lainnya, mulai
sekarang coba rancang bab demi bab yang temanya berdekatan lalu cicil secara
ngemil. jadinya nantinya mudah jika dijadikan sebagai buku
Bukan
tulisan yang panjang, tetapi saya memang menulisnya secara ngemil di sela
mengajar, menguji, review riset, dan banyak kegiatan lainnya. Soal menarik atau
tidak, greget atau tidak, ya itu memang kembali kepada kemauan kita untuk terus
mengasahnya. Namun ada juga yang selesai dalam sebuah perjalanan. Ini misalnya https://ngainun-naim.blogspot.com/2019/08/empat-keunikan-shalat-jumat-di-masjid.html.
Mari praktik menulis. Teori menulis itu mudahMari menulis. Kita lanjutkan ke
sesi penguatan.
MARI
MENULIS”
Takutlah
jika tidak menulis
(Prof.
Dr. Ngainun Naim)
Mantaap detail banget bun
BalasHapus