Februari
Ceria ke-1
Tantangan ke-3 menulis *Februari Ceria 2023* tema Pendidikan
DIBALIK MAKNA SYAIR LAGU
Pagi yang cerah diingi kicauan burung
yang bertengger di pepohonan sepanjang jalan yang saya lewati menuju sekolah
tempat tugas saya. Desa Padang terletak kurang lebih dua puluh lima kilo meter dari pusat kota. Di desa ini saya
bersama teman-teman guru lain mengajar di sekolah dikategorikan sekolah kecil,
hanya satu gedung yang terdiri empat ruangan. Kelas satu adalah kelas saya yang terletak satu
ruang dengan ruang guru ruang kepala sekolah hanya skat dengan pembatas
triplek.
Setiap hari membersamai siswa kelas satu
suatu kebahagian tersendiri. Bersama mereka belajar bersama, bernyanyi,tertawa kadang
kami juga makan bersma. “ Assalamualaikum semua anak-anak ibu yang cakep, apa
kabar kalian?” sapa saya dengan senyuman. Pembukaan pembelajaran dimulai dengan
doa. Sebelum pembelajaran saya mulai, mata saya tertuju pada seuah kursi yang
terletak di sudut kiri paling depan,” Ibu guru hari ini Ujang tidak sekolah,
tadi pergi ke ladang bersama neneknya”, ujar Santi yang menjabat sebagai ketua kelas ketika
melihat saya baru tiba di pintu kelas. “Oh.. begitu, terima kasih anak bu Santi
yang sholeha,” jawab saya sambil tersenyum dan tatapan saya menuju ke arah ketua kelas yang duduk paling belakang.
Kegiatan pembelajaran hari ini sangat
menyenangkan, tapi ada sesuatu yang saya rasa berbeda hari ini, karena Si Ujang
siswa yang duduk paling depan setiap waktu menulis dan belajar selalu menarik
kursinya ke meja saya. Siswa yang sangat
paling banyak tanya, paling sering mengeluarkan kata-kata pujian untuk saya.”
Bu guru.. aku senang belajar sama ibu guru, ibu guru.. aku mau duduk dekat bu
guru, bu guru aku sayang bu guru”. Celotehan ini hampir tiap hari keluar dari
mulutnya yang mungil sesuai dengan postur tubuhnya yang imut-imut. Sambil
tersenyum saya terbayang dengan wajah dan celotehan Ujang siswa yang memiliki
keunikan tersendiri.
Hari ini cuaca tak bersahabat langit
mendung, untuk melaju ke sekolah yang memerluka waktu satu jam perjalanan
dengan mengendarai sepeda motor. Bermodalkan rasa cinta dengan siswa siswi di
sekolah dasar Kota Bana, saya melaju dengan derasnya air yang mengalir dari
atas helm melaju ke mantel yang saya pakai. “ Alhamdulillah”, ujar saya seraya
membuka helm dan mantel yang saya pakai, di tempat parkir samping gedung
sekolah.
Hati senang mengalahkan rasa menggigilnya
tulang dan bibir yang bergetar karena dinginnya air hujan yang menguyur tubuh
ini yang dibaluk mantel seadannya. Penampilan rapi, wajah yang cerah perlu
diperhatikan sebelum masuk kelas menemui sahabat-sahabat kecil saya.
“Ibu guru datang,,bu guru datang”
tiba-tiba saya dikagetkan suara yang tidak asing ditelinga saya, secara replek
saya langsung menoleh ke arah suara itu. Terlihat seorang siswa laki-laki
dengan wajah yang dihiasi senyum yang menghiasi bibirnya. “Oh.. Ujang..” sapa
saya langsung menuju ke arah kelas satu yang didampingi Ujang berjalan di
samping saya.” Bu guru maaf ya kemaren Ujang tidak sekolah karena menemani
nenek ke kebun memetik buah kopi” tiba-tiba Ujang memulai percakapan sepanjang
jalan menuju kelas.
‘Assaalamualaikum bu guru’, sapa
siswa serentak menyapa saya. “Walaikumsalam”, dengan semangat saya pun menjawab
salam mereka. Pembelajaran hari ini saya mulai dengan menyapa siswa-siswi yang
sudah siap dengan semua atribut pembelajaran. Pada hari ini kelas satu belajar pembelajaran dengan materi keluargaku, siswa siswi diharapkan dapat mendiskripsikan
tentang keluarga masing-masing.
Pada Langkah pembelajaran berikutnya
saya mengajak semua siswa bernyanyi sesuai dengan materi hari ini yaitu lagu
satu-satu aku sayang ibu, “satu-satu aku sayang ibu ,dua-dua juga sayang ayah,
tiga-tiga sayang adik kakak, satu dua tiga sayang semuanya”, “ ayo semua
diulang ya”, seru saya sambil melambaikan tangan dan mengelilingi siswa-siswi
yang sangat senang sekali. “satu-satu aku sayang ibu ,dua-dua juga sayang ayah,
tiga-tiga sayang adik kakak, satu dua tiga sayang semuanya”. Langkah saya
berhenti di samping Ujang, karena dari tadi saya melihat Ujang tidak ikur
bernyanyi bahkan wajahnya murung dengan dagunya disandarkan di pinggir meja,
tangannya yang memegang pensil mencoret-coret buku yang kosong.
Setelah selesai bernyanyi siswa siswi
menulis syair lagu dinyanyikan mereka tadi. Sementara saya menghampiri Ujang.
Dengan nada lembut saya bertanya” Ujang anak ibu guru, mengapa tadi tidak ikut
bernyanyi?, apakah Ujang tidak suka dan marah
dengan ibu guru?. ‘Tidak bu guru, Ujang sayang sama bu guru, tapi Ujang
tidak sayang dengan ibu Ujang, tidak sayang
dengan ayah Ujang’, jawab Ujang sambil menangis. Dengan prasaan penuh
haru, saya mencoba bertanya dengan Ujang,” mengapa seperti itu Ujang anak ibu
guru?, “ ibuku tidak menyanngiku, dia pergi meninggalku dengan nenek, ayahku
dipenjara, Ujang tidak sayang ibu,ibu tidak sayang Ujang, Ujang anak nenek
bukan anak ibu, Ujang tidak sayang ayah, ujang tidak punya ayah”, Ujang
mengulangi kalimatnya lagi. Dengan rasa berkecamuk di hati saya mencoba menahan
air mata seraya merangkul Ujang untuk memberi semangat “ Ujang anak hebat.”
Bisik saya di telinga Ujang.
Pembelajaran hari ini diakhiri dengan doa bersama yang dipimpim ketua kelas. Sebelumnya saya menyarankan kepada siswa siswi untuk belajar di rumah dan menyayangi semua anggota keluarga serta mendoakan semuanya supaya tetap sehat. Dari pembelajaran hari ini saya mendapat pengalaman dan pemahaman yang sangat berharga bahwa kasih sayang dan keberadaan orang yang disayangi sangat mempengaruhi pola pikir ana-anak kita dan itu akan tertanam dalam karakternya.
Komentar
Posting Komentar