NOMO SISWAKU
Gambar. Ilustrasi Siswa
Pagi
hari ini cahaya matahari sangat cerah. Bebarapa siswa berlari-lari sambil
mengejar sebuah bola bercorak hitam putih. Suara teriakan pun terdengar”sini,
cepat tendang padaku”.teriak seorang
anak yang kelihatan badannya lebih besar
yang sering disapa temannya Popo. Permainan sepak bola dimainka hampir setiap hari dan setiap
istirahat. Popo dan teman- teman bermain dengan gembira dan penuh sendah gurau.
Sebagai guru mereka hampir tiap hari saya harus mengawasi mereka bermain walau
pada jam istirahat.
Pada hari
ini siswa kelas satu mendapat jadwal berkunjung ke perpustakaan. Semua anak
dengan wajah yang berseri-seri menujuk ruang perpustakaan. Setelah
menyelesaikan tugas administrasei sekolah saya bermaksud mendampingan anak-anak
di Perpustakaan tapi Ketika saya menoleh dibelakang kartor dari jendelah kaca
ruangan saya terlihat seorang siswa asyik sendiri bermain dengan pasir
dirambat belakang ruang kepala sekolah
yang memang udah rusak. ‘mengapa sendiri
disini , kenapa rtidak ikut ke perpustakaan” tanya saya sambil mendekati Si
Nomo salah satu siwa yang duduk di kelas
satu sekolah dasar tempat saya bertugas.
Bersama
mereka hari-hariku Bahagia, belajar, bermain dengan penuh canda. Tapi beda
dengan Si Nomo, hari-harinya penuh
kesendirian. Nomo siswaku sering menyendiri di belakang ruang kepala sekolah
dengan sebatang lidi kelapa di tangannya. “Nomo ayo main bersama ibu” saya
mencoba menyapa dan mendekati Nomo. Nomo hanya berdiam diri tanpa reaksi. Saya mencoba menyentuh tangannya yang
memegang satu batang lidi sapu. Telapak tangannya yang lembut saya coba
mengonsoknya, Si Nomo mengankat kepalanya memandang saya, air matanya menetes
tapi tak bersuara, lalu saya mencoba mengusap kepalanya dia pun tetap diam.
Saya mencoba mengambil lidi yang terlepas dari tangan Nomo, saya potong jadi
beberapa bagian, lalu saya tusuk ke tanah yang sudah saya bentuk segi empat,
sampai lidi tak terlihat lagi. Saya ambil Tarik tangan si Nomo yang kanan, saya
berih satu potong lidi, “coba Nomo cari lidi yang ibu sembunyikan tadi” pinta
saya dengan Nomo. Beliau tetap terdiam, tak terasa jam pulang pun tiba,
Hari-hariku bersama Nomo, anak tak pernah bicara, suka menyendiri, main
sendiri, di belakang kantor tapi rajin datang ke sekolah. Hampir tiap hari
menemani Nomo bermain di belakang kantor, menggali tanah mencari lidi yang
disembunyikan di dalam kotak-kotak dibuat di atas tanah. Hingga suatu hari Nomo
saya ajak ke ruangan saya, saya ajak nyanyi sambil tersenyum. Melebarkan bibir
ke kanan dan ke kiri dengan ujung jari telunjuk kanan dan kiri. Nomo perlahan mulai mau senyum tapi belum mau
bicara.
Melihat
Nomo siswaku mulai tersenyum membuat saya makin terpanggil untuk melayani dan
memberi bantuan buat Nomo. Sebulan hampir berlalu Nomo siswanku baru mulai
tersenyum dan megang pensing. Pagi itu saya mengadakan terapi dengan mengosok
dan bertepuk tangan bersama Nomo, kegembiraan pu mulai terlihat di wajah Nomo
layaknya seperti anak-anak seusia dia, Latihan berikutnya Nomo bersama-sama
menggerakan mulut sambil berteriak menyebutkan bunyi-bunyi kata-kata sehinggal bibir berbertuk mulut ikan koki
lagi berenang, begitu juga hari-hari berkutnya.
Pagi nan
indah seindah prasaan saya, melihat Nono siswaku sudah muai mau bicara. Dari
terapi dan penanaman sikap yang sering saya lakuka terhadap Nomomulai terlihat
hasilnya, Nomo mengalami Apraksia. Apraksia
merupakan gangguan saraf pada otak yang membuat anak kesulitan dalam
mengkoordinasi otot yang digunakan saat berbicara. Anak dengan kondisi ini
mengetahui apa yang ingin dikatakan, tetapi kesulitan untuk berbicara. Apraksia
pada anak biasanya disebabkan oleh gangguan genetik dan metabolisme. Selain
itu, kondisi ini juga dapat dialami jika ibu mengonsumsi alkohol atau obat
terlarang saat sedang hamil. Apraksia biasanya baru bisa terdeteksi pada anak
di bawah usia tiga tahun. Gejala yang muncul antara lain, kurangnya ocehan
ketika bayi, tampak kesulitan menggerakkan mulut untuk mengunyah, menghisap
atau meniup, serta lebih sering menggunakan gerakan tubuh untuk berkomunikasi.
Selain itu, gejala juga bisa berupa kesulitan saat mengucapkan huruf konsonan
yang berada di awal dan akhir kata, dan susah mengucapkan kata yang sama untuk
kedua kalinya. Untuk terapi mulut dan telapak tangan ternyata membawa dampak
baik terhadap anak yang mengalami susah menulis, dan berbicara.
Saat ini Nomo mulai suka bicara walau
hanya menyebut kata yang dibelakang saja,missal kata makan yang disebut kata kan
saja. Kata mandi yang disebut ndi, jalan yang keluar kata lan.
Untuk melengkapi pelayanan dan terapi
saya terhadap Nomo saya membawa dia ke tes kemampuan kompetensi tes IQ. Dari
tes ini terlihat Nomo memang memerlukan pelayanan khusus.
Berawal dari kisah Nomo saya
mengusulkan kepihak dikbud, supaya mengeluarkan dan menerbitkan SK untuk
sekolah saya sekolah yang melayani anak berkebutuhan khusus atau ABK.
Komentar
Posting Komentar